Wednesday, January 30, 2013

Kepala Batu



Ada pepatah sunda mengatakan "Cikaracak ninggang batu, Laun laun jadi legok" yang kalau diterjemahkan bebas bahwa segala sesuatu itu ketika di upayakan berubah akan berubah. Ibarat air yang jatuh pada sebuah batu,lambat laun batu itu akan berlubang terkena tetesan air tersebut.

Namun adakalanya kita menjumpai seseorang yang keras, watak dan tabiatnya sangat menyebalkan. Barangkali untuk orang seperti ini sangat bertolak belakang dengan peribahasa diatas. Bebal, sangat menjengkelkan, trouble maker biasa menempel pada orang yang seperti ini.

Kalau mengambil gambaran peribahasa tadi yang batu saja bisa berlubang kalaupun ter-tetesi air yang sangat sedikit, Kayaknya sangat tidak masuk akal koq ada orang yang seperti ini yang kepalanya "lebih keras" daripada batu.

Sejarah membuktikan bahwa keberadaan orang seperti ini sudah ada sejak zaman dulu. Mungkin Firaun salah satunya. Yang ketika diajak nabi Musa untuk meng-Esakan dan beribadah pada Alloh, alih-alih mau diajak untuk menyembah Alloh dia malah mengaku-ngaku sebagai tuhan.

Ada orang yang merasa sikap keras kepalanya bukan masalah, karena tidak menyadari bahwa sikap ini menghambat. “Memang saya keras kepala, so what?” begitu katanya. Ada juga individu yang sedikit-banyak bangga dengan kekeraskepalaannya, malah berkomentar, ”Kalau tidak ada yang keras kepala, saya  tidak akan jadi begini.”

Individu yang keras kepala tidak mau berubah kerap mempermasalahkan lingkungan daripada melakukan introspeksi diri, “Yah, gimana kita mau berubah, kalau kultur di negara kita seperti ini.”Semua bentuk pembenaran ini, tentu tidak akan memperbaiki keadaan.

“Kepala batu” baru bisa dilunakkan bila individu sadar dirinya keras kepala, yang kemudian diikuti oleh keinginan untuk berubah yang kuat. Bila seseorang mengakui, “Ya, saya sangat sadar kelemahan saya ini, namun rasanya begitu sulit untuk mengubahnya,” di sinilah kita akan melihat titik terangnya.

Makanya kalau sekarang kita menjumpai orang seperti ini ya,,wajar aja karena udah ada dari sono-nya. Yang bisa dilakukan menghadapi orang seperti ini pastilah dengan kesabaran,,,,,Bebal.....

Friday, December 7, 2012

Teladas Tulang Bawang


Hari jumat tanggal 23 november 2012. Jam sudah menunjukan pukul 9.30 pagi..Hiruk pikuk terdengar disana sini karena hari itu adalah hari keberangkatan kami rombongan menuju ke kampung Kekatung-Teladas-Tulang bawang Lampung Utara.

Berbunga bunga hati saya karena sudah hampir 13 tahun gak pernah lagi menginjakan kaki di bumi Sang Bumi Rua Jurai itu. Maklum dulu saya pernah tinggal di Kampung Talang Jembatan Abung Barat Lampung Utara. Terbayang hamparan bukit pinggir jalan yang dulu saya jumpai ketika tahun 1994 menapakkan kaki pertama kalinya di tanah sang bumi rua jurai.

Perjalanan pun di mulai, kami mengambil jalur Tol Jagorawi-Merak. Pukul 5 sore kami tiba di dermaga. Emh alangkah senangnya serasa bermimpi bisa melihat kapal Ferry bersandar di dermaga..{ndasar ndeso...he.he}
Turun dari kapal pukul 8 malam kami pun berbenah lagi untuk melanjutan perjalanan yang masih panjang. pukul 10 malam kami rehat dulu satu jam di Kalianda.

Disaat kami istirahat kami dihampiri seorang warga, kami pun menyempatkan untuk bertanya seberapa jauh lagi perjalanan yang harus kami tempuh untuk menuju Dente Teladas. Dia memberi gambaran katanya untuk masuk ke wilayah kampung Kekatung itu masuk melewati area perkebunan tebu seluas ribuan hektare. Jalan masih tanah yang kalau ditempuh ketika hujan turun bisa tembus delapan jam??????....oh my God...

Sambil memacu kendaraan saya bertanya-tanya...Beu? alangkah jauhnya perjalanan ini kalau jalan tanahnya aja ditempuh delapan jam, kapan kami akan sampai??? stress juga denger penjelasan bapak tadi. Waktu pun sudah menunjukan pukul satu malam. Kami memutuskan untuk bermalam dulu di Natar.

Rencana hanyalah rencana..Rencana berangkat kembali habis subuh, ehh ternyata tertahan. apa sebab?? karena satu mobil rombongan bermesin diesel kehabisan bahan bakar yang kebetulan saat itu di Lampung stok Solar habis...Terpaksa dech nyari mobil sewaan dan pukul 8.30 lanjut perjalanan ke Kekatung-Teladas-Tulang Bawang.

Bandar Jaya, Pancawati Lewat..kami pun belok ke arah kanan di pertigaan yang kalau lurus tembus ke arah Kota Bumi. Negara batin terlewati, pertigaan Daya Murni sudah terlewati tak berapa lama kami pun menjumpai jalan tanah yang diceritakan si bapak itu. Fikir ku waktu aku dulu di sukadana udik masih wilayah lampung utara sudah sangat jauh, iniiii....ternyata lebih jauh.

82km sudah kami lalui dengan melewati jalan tanah full debu plus jalan berbatu yang cukup menguras otak dan tenaga untuk melaluinya. Tapi begitu sampai d tempat tujuan perasaan saya seperti BUCAT BISUL..hah..kepenatan selama di perjalanan hilang sudah.

Selamat Datang kampung Kekatung-Dente-Teladas Tulang Bawang lampung Utara..I'm Coming.... Nuansa pedesaannya sangat terasa. listrik belum masuk ke kampung ini. untuk penerangan warga menggunakan Diesel yang hanya di hidupkan dari magrib sampai jam 10 malam. Terselip rasa syukur yang begitu dalam,bahwa ternyata fasilitas umum di tempatku jauh lenih baik.Selamat bertemu kegelapan..Bermimpilah dengan indah.

Adzan Subuh berkumandang, bergegas kami pun bangun untuk melaksanakan Solat. Emh...nuansa desa penuh pesona menanti pagi di Kekatung Dente Teladas Tulang Bawang Lampung Utara...Alhamdulilah selama perjalanan ini banyak pelajaran yang dapat kami petik, terutama bisa mengubah dan menambah rasa kesyukuran hati...







 foto-foto lain




Wednesday, December 5, 2012

Mengukur Diri..... "Nalipak Maneh"

Sewaktu kecil sering sekali mendengar kalimat "kudu nalipak maneh atuh.......", ini adalah ungkapan peribahasa dalam basa sunda yang artinya kurang lebih bahwa kita harus bisa Mengukur Diri atau Introspeksi Diri. Istilah introspeksi diri bukanlah sesuatu yang asing di telinga kita, tapi terkadang hati kita enggan memaknainya.

Terkadang kita hanya pandai sebagai penilai orang lain,bahkan kita lupa menilai diri kita. Sehingga yang terjadi adalah kita tidak bisa mengukur diri kita,tidak bisa "nalipak maneh". Lupa bahwa kemampuan kita tidak jauh lebih baik dari orang lain. Kemampuan kita terbatas, bahkan bisa jadi lebih buruk dari orang lain.

Kenapa ada peribahasa "Ibarat Pungguk Merindukan Rembulan", mungkin saja si Pungguk ini tidak bisa "nalipak maneh" sehingga dia dengan kemampuan dan keadaannya yang sangat terbatas itu berharap pada rembulan yang secara logika tak mungkin dia dapatkan.

Ahh... khan manusia harus punya cita-cita besar........Benar, sangat setuju. Bercita-cita besar dengan segala keterbatasan diri itu baik ketika tidak melibatkan kepentingan orang lain di dalamnya. tapi kalau bercita-cita besar tanpa mengukur kemampuan dirinya dan melibatkan kepentingan orang lain, Sehingga menghilangkan kontrol sosialnya apakah itu BIJAKSANA?....

Introspeksi / mengukur diri tidak hanya berkaitan dengan masalah-masalah dunia, tapi untuk kehidupan abadi kelak. pengetahuan tentang diri merupakan kunci pengetahuan tentang Tuhan. Yang dimaksud “mengetahui diri” bukanlah mengenali bentuk luar diri kita, bukan pula tentang sekadar tahu bahwa kalau kita lapar harus makan. Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya adalah pengetahuan tentang siapakah kita? Dari mana kita datang? Ke mana kita pergi? Di manakah sebenarnya kebahagiaan dan kesedihan?

Dunia memang aneh..Banyak orang tak sadar dengan keterbatasan kemampuannya memaksakan  sesuatu hal dengan congkaknya. Merasa diri lebih bisa padahal kemampuannya tidak seberapa..Makanya saya ingat ungkapan orang-orang sewaktu kecil..."Ari Hirup Teh Kudu Nalipak Maneh"......